Garam Himalaya vs Garam Laut: Mana yang Lebih Sehat untuk Tubuh?

Kuliner3 Dilihat

Garam menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari. Hampir setiap hidangan tak lepas dari sentuhan rasa asin yang memperkaya cita rasa. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, muncul perdebatan menarik: antara garam Himalaya dan garam laut, mana yang sebenarnya lebih sehat untuk tubuh?

Dari segi penampilan, keduanya memang berbeda. Garam Himalaya dikenal dengan warna merah muda keoranyean yang menarik, sementara garam laut umumnya berwarna putih keabu-abuan. Tapi di balik tampilannya, apa benar garam Himalaya lebih unggul dari garam laut? Mari kita lihat fakta ilmiahnya.

Asal dan Proses Terbentuknya

Garam Himalaya berasal dari tambang garam tua di kaki Pegunungan Himalaya, terutama dari wilayah Khewra, Pakistan. Garam ini terbentuk ratusan juta tahun lalu akibat penguapan air laut purba yang terperangkap di lapisan tanah dan batuan. Karena prosesnya alami dan tertutup dari polusi modern, garam ini sering disebut sebagai garam paling “murni” di dunia.

Sementara itu, garam laut berasal dari air laut yang diuapkan secara alami oleh panas matahari atau melalui proses mekanis. Garam ini lebih umum ditemukan di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Karena berasal langsung dari laut, kandungan mineral di dalamnya bergantung pada lokasi dan tingkat kebersihan perairan tempat pengambilannya.

Kandungan Mineral di Dalamnya

Kedua jenis garam memiliki komponen utama yang sama, yakni natrium klorida (NaCl). Namun, garam Himalaya mengandung sekitar 80 hingga 84 jenis mineral jejak dalam jumlah sangat kecil, seperti kalsium, kalium, magnesium, dan zat besi. Kandungan zat besi inilah yang memberi warna merah muda alami pada kristalnya.

Di sisi lain, garam laut juga memiliki mineral jejak seperti kalsium dan magnesium, namun jumlahnya tergantung pada sumber lautnya. Meski demikian, para ahli gizi menilai bahwa jumlah mineral tambahan pada kedua jenis garam ini terlalu kecil untuk memberi dampak besar bagi kesehatan, karena konsumsi garam harian manusia hanya dalam takaran sendok teh.

Klaim Kesehatan dan Fakta Ilmiah

Banyak promosi menyebut garam Himalaya memiliki manfaat lebih besar seperti menyeimbangkan pH tubuh, meningkatkan tidur, atau detoksifikasi alami. Namun, hingga kini belum ada bukti ilmiah kuat yang mendukung klaim tersebut.

Menurut Mayo Clinic dan Healthline, baik garam Himalaya maupun garam laut memiliki efek fisiologis yang sama: membantu menjaga keseimbangan cairan tubuh, mendukung fungsi saraf dan otot, tetapi juga bisa meningkatkan tekanan darah jika dikonsumsi berlebihan.

Artinya, jenis garam apa pun tetap harus digunakan dengan bijak. Konsumsi berlebih akan meningkatkan risiko hipertensi dan penyakit jantung, tidak peduli seberapa “alami” labelnya.

Yodium dan Aspek Kesehatan Lainnya

Satu hal penting yang sering diabaikan adalah kandungan yodium. Garam meja biasa biasanya sudah difortifikasi dengan yodium untuk mencegah penyakit gondok. Namun, garam Himalaya dan garam laut alami tidak mengandung yodium tambahan, kecuali diperkaya secara khusus oleh produsennya.

Karena itu, jika seseorang mengganti garam dapur biasa sepenuhnya dengan garam Himalaya atau garam laut tanpa tambahan yodium, maka ada risiko kekurangan yodium yang berpengaruh pada kesehatan tiroid.

Kebersihan dan Keamanan Konsumsi

Garam Himalaya berasal dari endapan purba yang terlindung dari polusi modern, sedangkan garam laut modern bisa saja mengandung mikroplastik atau logam berat, tergantung dari kebersihan laut tempatnya diekstraksi. Namun, risiko ini umumnya kecil karena proses pembersihan industri sudah dilakukan.

Dari sisi rasa, banyak orang memilih garam Himalaya karena teksturnya lebih kasar dan memberi sensasi asin yang lembut. Sedangkan garam laut lebih cepat larut dan cocok untuk masakan rumahan.